Sejarah Ekonomi Indonesia
PEREKONOMIAN INDONESIA
SEJARAH EKONOMI INDONESIA
Disusun
oleh
Esti Wulandari (22215282)
Lusiani Pratama Putri (23215890)
Puput Putri Pratanti (25215411)
1EB23
Universitas
Gunadarma
2016
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kuasanya dan
hidayahnya kami dapat melaksanakan dan menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen Perekonomian Indonesia yang
telah memberikan ilmu dan pengarahannya terhadap kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami dengan lancar.
Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bekasi,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti dalam
praktiknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan bisa memberi perhatian
sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Karena hingga menjelang akhir 1940-an,
Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda, yakni pada aksi
Polisi I dan II. Setelah akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi
kemerdekaan Indonesia, selama decade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965
Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di
sejumlah daerah, seperti Sumatra dan Sulawesi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Agar mahasiswa mengetahui bagaimana sejarah
prakolonialisme.
1.2.2 Menjelaskan bagaimana sistem monopoli VOC dan sistem
tanam paksa.
1.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui sistem ekonomi kapitalis
liberal dan cita-cita ekonomi merdeka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Prakolonialisme
Pada
masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia
Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai
Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai
kerajaan dan kekaisaran, kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di
lain waktu berada pada kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas
tersebut kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik yang dimiliki
Indonesia saat ini. Meskipun demikian, jaringan perdagangan terpadu telah
berkembang di wilayah ini terhitung sejak awal permulaan sejarah Asia.
Terhubung ke jaringan perdagangan merupakan aset penting bagi sebuah kerajaan
untuk mendapatkan kekayaan dan komoditas, yang diperlukan untuk menjadi
kekuatan besar. Tapi semakin menjadi global jaringan perdagangan ini di
nusantara, semakin banyak pengaruh asing berhasil masuk; suatu perkembangan
yang akhirnya akan mengarah pada kondisi penjajahan.
Keberadaan
sumber-sumber tertulis adalah yang memisahkan masa sejarah dari masa prasejarah.
Karena sedikitnya sumber-sumber tertulis yang berasal dari masa sebelum tahun
500 Masehi, sejarah Indonesia dimulai agak terlambat. Diduga sebagian besar
tulisan dibuat pada bahan yang mudah rusak dan - ditambah dengan iklim tropis
lembab dan standar teknik konservasi yang berkualitas rendah pada saat itu -
ini berarti bahwa sejarawan harus bergantung pada inskripsi/prasasti di atas
batu dan studi sisa-sisa candi kuno untuk menelusuri sejarah paling terdahulu
nusantara. Kedua pendekatan ini memberikan informasi mengenai struktur politik
tua karena baik sastra maupun pembangunan candi adalah contoh budaya tinggi
yang diperuntukkan bagi elit penguasa.
Sejarah
Indonesia memiliki ciri sangat khas, yaitu umumnya berpusat di bagian barat
Nusantara (khususnya di pulau Sumatera dan Jawa). Karena sebagian besar bagian
timur Nusantara memiliki sedikit kegiatan ekonomi sepanjang sejarah (terletak
jauh dari jalur perdagangan utama), hal itu menyebabkan sedikitnya kegiatan
politik; suatu situasi yang berlanjut hingga hari ini.
2.2 Sistem
Monopoli VOC
VOC telah diberikan hak monopoli
terhadap perdagangan & aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen
Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yg kini bernama Jakarta.
Hindia-Belanda pada abad ke-17 & 18 tak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur
Belanda [bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC]. Tujuan
utama VOC ialah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah
di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan & ancaman kekerasan
terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, &
terhadap orang-orang non-Belanda yg mencoba berdagang dengan para penduduk
tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala
kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir
seluruh populasi & kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan
pembantu-pembantu atau budak-budak yg bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi
terlibat dlm politik internal Jawa pada masa ini, & bertempur dlm beberapa
peperangan yg melibatkan pemimpin Mataram & Banten.
2.2.1 Monopili VOC
Terhadap Nusantara Abad ke 17
Maret 1602-Belanda berusaha memonopoli perdagangan
rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi dagang bernama VOC [Vereenigde
Oost-Indische Compagnie]. 1603-VOC
telah membangun pusat perdagangan pertama yg tetap di Banten namun tak
menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa & Inggris. Februari 1605-Armada VOC bersekutu
dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan imbalan VOC
berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu. 1602-Sir James Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yg
armada berisi orang-orang The East India Company & tiba di Aceh untuk
selanjutnya menuju Banten.
1604-Pelayaran yg ke-2 maskapai Inggris yg dipimpin oleh
Sir Henry Middleton, maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon
& Banda. Akan tetapi di wilayah yg mereka kunjungi ini mendapat perlawanan
yg keras dari VOC. 1609-VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan namun
niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa. Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama
dengan pedagang-pedagang Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol & Portugis. 1610-Ambon
dijadikan pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang
gubernur-jendral, Ambon tak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar
karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
1611-Inggris berhasil mendirikan kantor dagangnya di
bagian Indonesia lainnya, di Sukadana [Kalimantan barat daya], Makassar,
Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi. 1618-Des Banten mengambil keputusan
untuk menghadapi Jayakarta & VOC dengan memaksa Inggris untuk membantu, dipimpin
laksamana Thomas Dale. 1619-Ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara
tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi maksud Inggris. Karena Banten tak
mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris. Akibatnya Thomas Dale melarikan diri
dengan kapalnya; Banten menduduki kota Batavia.
12 Mei 1619-Pihak Belanda mengambil keputusan untuk
memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia. Mei 1619-Jan Pieterszoon Coen,
seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17 kapal. 30 Mei 1619-Jan
Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara
Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer & administrasi yg relatif
aman bagi pergudangan & pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah
mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari
Eropa.1619-Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia
menggunakan kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua
yg merintangi. Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal
dagang VOC.
1619-Terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC
menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yg ada di berbagai pelabuhan seperti
Banten, Jambi, Palembang & Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yg langsung
datang dari Tiongkok. Di sini orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian
penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling
tebu, pengusaha toko, & tukang yg terampil. 1620-Atas dasar pertimbangan
diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris dengan
memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon. 1620-Dalam rangka
mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran
bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda & berusaha menggantikannya
dengan orang-orang Belanda pendatang & mempekerjakan tenaga kerja kaum
budak.
1623-VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda
membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1
orang Portugis dipotong kepalanya. 1630-Belanda telah mencapai banyak kemajuan
dlm meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut
di Indonesia. 1637-VOC yg telah beberapa lama di Maluku tak mampu memaksakan
monopoli atas produksi pala, bunga pala, & yg terpenting, cengkeh.
Penyeludupan cengkeh semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yg
anti dengan VOC. Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan
terhadap para penyeludup & pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal. 1638-Van
Diemen kembali ke Maluku & berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate
dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta
menggaji raja sebesar 4. 000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan
cengkeh akan dihentikan & VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi
persetujuan ini gagal.
1643-Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan
Ternate dengan memaksa raja Ternate Mandarsyah ke Batavia & menandatangani
perjanjian yg melarang penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon
atau daerah lain yg dikuasai VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu
menghasilkan cengkeh melebihi kebutuhan untuk konsumsi dunia. 1656-Seluruh
penduduk Ambon yg tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal
dimusnahkan & akibatnya daerah tersebut tak didiami manusia kecuali jika
ekspedisi Hongi [armada tempur] melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon
cengkeh liar yg harus dimusnahkan.
1660-Armada VOC yg terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa,
menghancurkan kapal-kapal Portugis. Agustus-Desember 1660-Sultan Hasanuddin,
raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan
ini tak berhasil mengakhiri permusuhan. 18 November 1667-Sultan Hasanuddin
dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi Hasanuddin kembali
mengobarkan pertempuran. April 1668 & Juni 1669-VOC melakukan serangan
besar-besaran terhadap Goa & sesudah pertempuran ini perjanjian Bongaya
benar-benar dilakukan. 1669-Kondisi keadaan Nusantara bagian timur bertambah
kacau, kehidupan ekonomi & administrasi tak terkendalikan lagi.
1670-VOC telah berhasil melakukan konsolidasi
kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda masih tetap menghadapi
pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tak begitu besar. 1670-VOC
menebangi tanaman rempah-rempah yg tak dapat diawasi, Hoamoal tak dihuni lagi,
orang Bugis & Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang
Eropa & sekutu-sekutu yg tewas, semata-mata guna mencapai maksud VOC untuk
memonopoli rempah-rempah. 1674-Pulau Jawa dlm keadaan yg memprihatinkan, kelaparan
merajalela, berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi,
gerhana bulan, & hujan yg tak turun pada musimnya. 1680-Di Jawa Barat,
kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya,
Banten memiliki suatu armada yg dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya
berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yg aktif di
Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten
dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina &
Jepang. Banten merupaken penghasil lada yg sangat kaya. 1680-VOC pada dasarnya
hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa. daerah
pegunungan seringkali tak berhasil dikuasai & daerah ini dijadikan tempat
persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi
pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan & menguras dana VOC.
1682-Pasukan VOC dipimpin François Tack & Isaac de
Saint-Martin berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC
merebut & memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yg
merupaken saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu
& Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yg masih ada di Indonesia. 1683-1710-VOC
mengalami masalah keuangan yg sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu
tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga [Jepang, Surat & Persia] yg
mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun
termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon & wilayah pesisir
Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yg sangat tinggi akibat pemberontakan
di samping pengeluaran pribadi VOC yg tak efesien, kebejatan moral, korupsi yg
merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yg
mengakibatkan pemberontakan yg terus berlanjut & pengeluaran VOC bertambah
tinggi.
1684-Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah
korupsi & penyalah gunaan kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa
menghiraukan nasihat Dewan Hindia & banyak melakukan pembayaran dengan uang
VOC yg pada dasarnya tak pernah ada untuk pekerjaan yg tak pernah dilakukan.
Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan tekstil menurun 90%, monopoli
candu tak efektif. Speelman juga banyak melakukan penggelapan uang negara &
pada 1685 semua penunggalan Speelman disita negara. 8 Februari 1686-Dengan tipu
muslihat Surapati berhasil membunuh François Tack dlm suatu pertempuran. Tack
tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya. 1690-Belanda berusaha membalas
kekalahan yg dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai teknik-teknik
militer Eropa dengan baik.
2.2.2 Monopili VOC
Terhadap Nusantara Abad ke 18
1702-Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yg
berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau. 1706-Surapati terbunuh di Bangil. 1721-VOC mengumumkan apa yg dinamakan
komplotan orang-orang Islam yg bermaksud melakukan pembunuhan terhadap
orang-orang Eropa di Batavia & juga orang-orang Tionghoa. 1722-Perlakuan terhadap orang-orang
Tionghoa bertambah kejam & korup. Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa
bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk membatasi imigrasi,
tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan bantuan dari
pejabat VOC yg korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yg tak
memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi
gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia. 1727-Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak
& sering terjadinya kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tak
senang terhadap orang Tionghoa. Rasa tak senang menjadi semakin tebal di
kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda yg tak dapat menandingi orang
Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan & sikap rasialis terhadap
orang Tionghoa.
1727-Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan
bahwa semua orang Tionghoa yg telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia &
belum memiliki surat izin akan dikembalikan ke Tiongkok. 1729-Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan
kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia
dengan membayar 2 ringgit. 1730-Dikeluarkan
larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan
candu & warung baik di dlm maupun di luar kota. 1736-Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang
Tionghoa yg tak memiliki surat izin tinggal. 1740-Terdapat 2. 500 rumah orang Tionghoa di dlm tembok Batavia
sedangkan jumlah orang Tionghoa di kota & daerah sekitarnya diperkirakan
15. 000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya merupaken 17% dari keseluruhan
penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa
sebenarnya merupaken unsur penduduk yg lebih besar jumlahnya. Ada pula
orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa & Kartasura walaupun jumlahnya
hanya sedikit.
1740-Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tak
kurang 1. 000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah
lebih-lebih sesudah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, & perampasan
hak milik Tionghoa. 4 Februari
1740-Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan & penyerbuan pos
penjagaan untuk membebaskan bangsanya yg ditahan. Juni 1740-Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua
orang Tionghoa yg tak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan.
Peraturan ini dilaksanakan dengan sewenang-wenang. September 1740-Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di
daerah pedesaan sekitar Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr.
Cornelis di Tangerang & de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos
penjagaan. 7 Oktober 1740-Pasukan
bantuan yg dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh
gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas. Oktober 1740-Berdasarkan bukti yg
didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang Tionghoa sedang
merencanakan sebuah pemberontakan. 8
Oktober 1740-Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah
menyerahkan senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan. 9 Oktober 1740-Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa
secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini ialah orang-orang
Eropa & para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10. 000 orang Tionghoa yg
tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini
berhenti sesudah orang Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu
VOC guna melakukan tugasnya yg rutin. 10
Oktober 1740-Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.
000 orang pemberontak Tionghoa.
Mei 1741-Orang-orang Tionghoa yg berhasil lolos dari
pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah
pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung
& pos-pos lainnya terancam. Juli
1741-Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yg membantai
seluruh personel VOC. Juli
1741-Prajurit raja yg berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan
VOC Kapten Johannes van Velsen & beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yg
selamat ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati & banyak yg
memilih pindah agama. November
1741-Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan
prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan
terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20. 000 orang
Jawa & 3. 500 orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa &
Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda.
Desember 1741-awal 1742-VOC merebut kembali daerah-daerah lain yg terancam
serangan. 13 Februari 1755-VOC
menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai
Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
September 1789-Belanda mendengar desas-desus bahwa raja
Jawa akan melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus
seorang residen yg bernama Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa
menghadiri pertemuan rahasia di Istana Jawa. 1 Januari 1800-VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk
urusan jajahan Asia. Belanda kalah perang & dikuasai Perancis.
Wilayah-wilayah yg dimiliki Belanda menjadi milik Perancis.
2.3 Sistem Tanam
Paksa
Tanam Paksa atau Cultuurstelsel merupakan sistem yang
bertujuan dan bermanfaat bagi Belanda, Tanam Paksa adalah Peraturan
Mempekerjakan seseorang dengan paksa tanpa diberi gaji dan tanpa istirahat,
sehingga sangat merugikan pekerja dan menyengsarakan. Sistem Tanam Paksa telah
menjadi sejarah bagi Rakyat indonesia. Sejak awal abad ke-19, pemerintah
Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan, baik
di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan Belgia) maupun di Indonesia (terutama
perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang
sangat besar.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya
kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di
Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi
kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang. Untuk
melaksanakan tugas yang sangat berat itu, Van den Bosch memusatkan
kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor.
Oleh karena itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan
tenaga rakyat jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya
dapat laku di pasaran dunia secara paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) Van
den Bosch menyusun program sebagai berikut.
1. Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena
pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
2. Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib
dengan jenis-jenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
3. Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian
dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.
2.3.1 Aturan -
Aturan Tanam Paksa
Sistem tanam paksa yang diajukan oleh Van den Bosch pada
dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib (VOC) dan sistem pajak
tanah (Raffles) dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Penduduk desa yang punya tanah diminta menyediakan
seperlima dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laku di pasaran dunia.
2. Tanah yang disediakan bebas dari pajak.
3. Hasil tanaman itu harus diserahkan kepada pemerintah
Belanda. Apabila harganya melebihi pembayaran pajak maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada petani.
4. Waktu untuk menanam tidak boleh melebihi waktu untuk
menanam padi.
5. Kegagalan panenan menjadi tanggung jawab pemerintah.
6. Wajib tanam dapat diganti dengan penyerahan tenaga untuk
dipekerjakan di pengangkutan, perkebunan, atau di pabrik-pabrik selama 66 hari.
7. Penggarapan tanaman di bawah pengawasan langsung oleh
kepala-kepala pribumi, sedangkan pihak Belanda bertindak sebagai pengawas
secara umum.
2.3.2 Pelaksanaan
Tanam Paksa
Melihat aturan-aturannya, sistem tanam paksa tidak
terlalu memberatkan, namun pelaksanaannya sangat menekan dan memberatkan
rakyat. Adanya cultuur procent menyangkut upah yang diberikan kepada penguasa
pribumi berdasarkan besar kecilnya setoran, ternyata cukup memberatkan beban
rakyat. Untuk mempertinggi upah yang diterima, para penguasa pribumi berusaha
memperbesar setoran, akibatnya timbulah penyelewengan-penyelewengan, antara
lain sebagai berikut.
1. Tanah yang disediakan melebihi 1/5, yakni 1/3 bahkan 1/2,
malah ada seluruhnya, karena seluruh desa dianggap subur untuk tanaman wajib.
2. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
3. Tenaga kerja yang semestinya dibayar oleh pemerinah tidak
dibayar.
4. Waktu yang dibutuhkan tenyata melebihi waktu penanaman
padi.
5. Perkerjaan di perkebunan atau di pabrik, ternyata lebih
berat daripada di sawah.
6. Kelebihan hasil yang seharusnya dikembalikan kepada
petani, ternyata tidak dikembalikan.
2.3.3 Dampak Tanam
Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari
aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal
mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai
berikut.
·
Bagi Indonesia
(Khususnya Jawa)
1. Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja
rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
2. Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan
sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan
menanggung risiko apabila gagal panen.
3. Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan
mental yang berkepanjangan.
4. Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
5. Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di
mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis.
Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan
di daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini
mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Di samping itu, juga terjadi
penyakit busung lapar (hongorudim) di mana-mana.
·
Bagi Belanda.
Apabila
sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia,
sebaliknya bagi bangsa Belanda ialah sebagai berikut:
1. Keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
2. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
3. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
4. Kas Negeri Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi.
5. Amsterdam berhasil dibangun menjadi kota pusat
perdagangan dunia.
6. Perdagangan berkembang pesat.
2.3.4 Akhir Tanam
Paksa
Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi
bangsa Indonesia, khususnya Jawa, akhirnya menimbulkan reaksi dari berbagai
pihak, seperti berikut ini.
·
Golongan Pengusaha
Golongan ini menghendaki kebebasan berusaha. Mereka
menganggap bahwa tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal.
·
Baron Van Hoevel
Ia adalah seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia
(1847). Dalam perjalanannya di Jawa, Madura dan Bali, ia melihat penderitaan
rakyat Indonesia akibat tanam paksa. Ia sering melancarkan kecaman terhadap
pelaksanaan tanam paksa. Setelah pulang ke Negeri Belanda dan terpilih sebagai
anggota parlemen, ia semakin gigih berjuang dan menuntut agar tanam paksa
dihapuskan.
·
Eduard Douwes Dekker
Ia adalah seorang pejabat Belanda yang pernah menjadi
Asisten Residen Lebak (Banten). Ia cinta kepada penduduk pribumi, khususnya
yang menderita akibat tanam paksa. Dengan nama samaran Multatuli yang berarti
"aku telah banyak menderita", ditulisnya buku Max Havelaar atau
Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang menggambarkan penderitaan
rakyat akibat tanam paksa dalam kisah Saijah dan Adinda.
Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara
berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa. Nila, teh, kayu manis
dihapuskan pada tahun 1865, tembakau tahun 1866, kemudian menyusul tebu tahun
1884. Tanaman terakhir yang dihapus adalah kopi pada tahun 1917 karena paling
banyak memberikan keuntungan.
2.4 Sistem Ekonomi
Kapitalis Liberal
Kapitalis berasal dari kata capital,
secara sederhana diartikan sebagai ‘modal’. Dalam sisitem kapitalis, kekuasaan
tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik
modal dalam suatu perusahaan merupakan pemegang saham. Sistem ekonomi kapitalis
adalah sistem ekonomi yang aset - aset produktif dan factor–factor produksinya
sebagian besar dimiliki oleh sector swasta/individu. Sementara tujuan utama
kegiatan produksi adalah menjual untuk mendapatkan laba. Sistem perekonomian
kapitalis merupakan sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap
orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang,
menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian kapitalis setiap
warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang
bebas bersaing untuk memperoleh laba sebesar-besarnya dan bebas melakukan
kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas. Tokoh yang mempopulerkan sistem
ekonomi kapitalis adalah Adam Smith dengan bukunya yang terkenal berjudul An
Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of Nation. Adam Smith
menyatakan bahwa “Perekonomian akan berjalan dengan baik apabila peraturan
diserahkan kepada mekanisme pasar atau mekanisme harga”. Teori ini kemudian
dikenal dengan sebutan The Invisible Hands. Sistem ekonomi kapitalis merupakan
suatu tatacara pengaturan kehidupan perekonomian yang didasarkan kepada
mekanisme pasar, yaitu interaksi antara permintaan dan penawaran suatu barang
yang kegiatannya tergantung pada kekuatan modal yang dimiliki oleh setiap
individu.
2.4.1
Lahirnya Ekonomi Kapitalis
Perkembangan kapitalisme pada negara
tergelakang menjadi sebuah topic menarik untuk dikaji. Gejala kapitalisme
dianggap sebagai solusi untuk melakukan pembangunan negara terbelakang. Teori
sistem dunia yang disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan
pemikiran Frank dengan teori depensasinya. Pendapat Frank, Sweezy dan
Wallerstein mengacu pada model yang dikenal oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith
pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memiliki
kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja, pembagian kerja. Konsep
inilah yang kemudian memunculkan perbedaan mode produksi menjadi sector
pertanian dan manufaktur. Konsep ini kemudian semakin berkembang dengan
munculnya pembedaan desa dan kota sebagai sebuah mode produksi yang berbeda.
Inti pemikiran Adam Smith adalah
bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur tangan
pemerintah dan pedagang bebas. Proses ekonomi hanya akan berjalan melalui
tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana produksi dan distribusi
kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil. Biaran para pengusaha, tenaga kerja,
pedagang bekerja mencari keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya,
karena ekonomi hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya
pemerintah harus jadi penonton yang tak berpihak. Ia tak boleh mendukung siapapun
yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan. The Invisible
Hands akan menunjukkan bagaimana semua bekerja secara adil, secara fair.
Kenyataan yang terjadi di dalam proses kapitalisme telah menimbulkan dampak
berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran barang dan jasa
serta spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran barang dan jasa secara
spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam bentuk peningkatan produktivitas
yang dikenal denga konsep maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar.
Kapitalisme sebagai suatu sistem
ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumber daya vital dan
menggunakannya untuk keuntungan maksimal. Maksimalisasi keuntungan menyebabkan
eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga kerja adalah factor produksi yang
paling mudah direkayasa dibandingkan modal dan tanah.
Kapitalisme pada awalnya berkembang
bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan eksploitasi kepada kaum
petani kecil. Negara terbelakang merupakan penghasil barang mentah terutama
dalam sector pertanian. Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak
adil, dimana negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif
murah sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem perdagangan
menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil yang ternyata merupakan
bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak langsung. Perkembangan selanjutnya
telah melahirkan industri baru yang memerlukan spesialisasi tenaga kerja.
Kapitalisme yang menitik beratkan
pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga kerja
yang terampil dang menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit terwujud pada
negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga kerja kasar pada
negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil dikuasai oleh negara pusat.
Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara pinggiran merupakan keuntungan bagi
negara pusat untuk melakukan eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui
investasi modal dan teknologi tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh
tersedianya tenaga kerja yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga
negara terbelakang menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga
berubah. Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu
kelas pemilik modal. Berkembangan ekonomi kapitalisme ini didukung oleh sistem
kekerabatan antara mereka. Kelas bojus di negara terbelakang juga dapat
memanfaatkan dukungan politik dan pemerintah. Sebagai sebuah kesatuan ekonomi
dunia, asumsi Wallerstein akan adanya perlawanan dari negara terbelakang
sebagai kelas tertindas oleh negara pusat menjadi hal yang tidak mungkin
terjadi.
Dari uraian di atas dapat dilihat
bahwa kapitalisme yang awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi
untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah jauh menjadi
dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga
mengembangan individualisme, komersalisme, liberalisasi dan pasar bebas.
Kapitalisme tidak hanya merubah
cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek
kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antara negara
bahkan ketingkat antar individu. Sehingga itulah kita mengenal tidak hanya
perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk
negara. Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan dengan sistem ekonomi sosialis
namun dengan kemandirian ekonomi dan swasembada.
2.4.2 Ciri-ciri
Sistem Ekonomi Kapitalis
Ada beberapa ciri kapitalisme yang
perlu kita perhatikan dan kerap muncul di sekitar kita tanpa kita sadari,
diantaranya sebagai berikut:
1. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memiliki
faktor-faktor produksi.
2. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana pemilikan
alat-alat produksi ditangan individu dan individu bebas memilih pekerjaan/usaha
yang dipandang baik bagi dirinya.
3. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar, dimana pasar
berfungsi memberikan signal kepada produsen dan konsumen dalam bentuk
harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The
Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisen. Motif yang
menggerakan perekonomian mencari laba.
4. Manusia dipandang sebagai makhluk Homo Economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham
individualisme didasarkan materialism, warisan zaman Yunani Kuno (disebut
Hedonisme).
5. Peranan modal dalam perekonomian sangat menentukan bagi
setiap individu untuk menguasai sumber-sumber ekonomi sehingga dapat
menciptakan efisiensi; pemilik modal bebas melakukan apa aja untuk meningkatkan
keuntungan maksimal, dengan mendayagunakan sumber produksi dan pekerjanya.
Sehingga modal kapitalis seringkali diinvestasikan ke dalam berbagai usaha
untuk menghasilkan laba.
6. Peranan pemerintah dalam perekonomian sangat kecil.
Pengawasan atau campur tangan pemerintah diupayakan seminimal mungkin. Tetapi
jika dianggap riskan, negara sewaktu-waktu dapat mengeluarkan kebijakan yang melindungi
lancarnya pelaksanaan sistem kapitalisme.
7. Hak milik atas alat-alat produksi dan distribusi
merupakan hak milik perseorangan yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.
8. Kegiatan perekonomian selalu berdasarkan keadaan pasar.
Aktivas ekonomi secara bebas hanya bisa ditentukan oleh penjualan dan
pembelian.
9. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan
pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
2.4.2 Kelebihan
dan Kelemahan Sistem Ekonomi Kapitalis
Sistem ekonomi kapitalis memiliki
kelebihan, diantaranya:
1. Menumbuhkan kreativitas masyarakat dalam penyelenggaraan
perekonomian, sebab masyarakat diberi kebebasan melakukan segala hal yang
terbaik bagi dirinya dalam menentukan kegiatan perekonomian.
2. Kualitas produk yang dihasilkan menjadi lebih baik.
Akibat teradinya persaingan yang ketat.
3. Efisiensi dalam menggunakan faktor-faktor produksi dapat
tercapai dengan baik. Karena tindakan ekonomi yang dilakukan didasarkan kepada
motif pencarian keuntungan yang sebesar besarnya.
Sistem
ekonomi kapitalis juga memiliki kelemahan, diantaranya:
1. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan bebas
yang monopolistik dan tidak sehat.
2. Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Terdapat
kesenjangan yang besar antara pemilik modal dan golongan pekerja sehingga yang
kaya lebih kaya, yang miskin bertambah miskin.
3. Tidak menutup kemungkinan munculnya monopoli yang
merugikan masyarakat.
4. Banyak terjadinya gejolak perekonomian karena kesalahan
alokasi sumberdaya oleh individu.
5. Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan
bebas tersebut. Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan dikarenakan prinsip
yang berlaku adalah Free Fight Liberalism, dimana kunci untuk memenangkan
persaingan adalah modal.
2.4.3
Kecenderungan Bisnis Dalam Kapitalisme
Perkembangan bisnis sangat
dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku. Kecenderungan bisnis dalam
kapitalisme dewasa ini adalah adanya spesialisasi, adanya produksi massa,
adanya perusahaan berskala besar, adanya perkembangan penelitian. Negara-negara
yang menganut sistema ekonomi kapitalis antara lain:
·
Benua Amerika : AS, Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, dll.
·
Benua Eropa : Australia, Belgia, Kroasia, Cekoslavia,
dll.
·
Benua Asia : India, Thailand, Iran, Jepang,
Filipina, dll.
·
Benua Afrika : Mesir, Senegal, Afrika Selatan.
·
Kepulauan Oceania :
Australia dan Selandia Baru.
2.5 Era Pendudukan
Jepang
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi
pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
·
Kegiatan ekonomi
diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan
bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang
menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak
lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada
ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan
menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
·
Jepang menerapkan
sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat
berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa
persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.
Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli
penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung
berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam
pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
·
Menerapkan sistem
ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan
menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan
dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat
baik fisik maupun material.
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai
terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat.
Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan
pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai
(koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi
tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30%
untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan
kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi
rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah
satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng)
angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya
penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat
dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
2.6 Cita-cita
Ekonomi Merdeka
Bung Karno dan Bung Hatta merumuskan apa yang disebut
“Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian kita.
Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua,
memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Artinya, berarti
cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para pendiri bangsa
kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan segelintir orang tetapi
pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita perekonomian kita menghendaki
kemakmuran seluruh rakyat.
Supaya cita-cita perekonomian itu tetap menjiwai proses
penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa sepakat memahatkannya dalam
buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945. Dengan demikian, Pasal 33 UUD
1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan politik perekonomian dan politik
sosial Republik Indonesia.
Dalam pasal 33 UUD 1945, ada empat kunci perekonomian
untuk memastikan kemakmuran bersama itu bisa tercapai. Pertama, adanya
keharusan bagi peran negara yang bersifat aktif dan efektif. Kedua, adanya
keharusan penyusunan rencana ekonomi (ekonomi terencana). Ketiga, adanya
penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap sistem ekonomi
sebagai usaha bersama (kolektivisme). Dan keempat, adanya penegasan bahwa muara
dari semua aktivitas ekonomi, termasuk pelibatan sektor swasta, haruslah pada
“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sayang, sejak orde baru hingga sekarang
ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara sangat
jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa orde baru, sistem
perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui kelompok ekonom yang
dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi ini, sistem
perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh lembaga-lembaga asing,
seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita perekonomian sesuai amanat
Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya melikuidasi sisa-sisa ekonomi
kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang ditandai oleh menguatnya dominasi
kapital asing, politik upah murah, ketergantungan pada impor, dan kecanduan
mengekspor bahan mentah ke negeri-negeri kapitalis maju. Ketimpangan ekonomi
kian menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas
rakyat (75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan
sosial. Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.
2.7 Ekonomi
Indonesia Setiap Periode Pemerintahan
2.7.1 Pemerintahan Orde Lama
Dumairy
(1996) menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia:
a. Periode 1945 – 1950.
b. Periode demokrasi parlementer/liberal (1950 – 1959)
a. Banyak partai politik
Sektor formal: pertambangan, pertanian, distribusi, bank,
dan transportasi yang padat modal dan dikuasai oleh asing serta berorientasi
ekspor memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB.
8 kali perubahan kabinet:
a. Kabinet Hatta dengan kebijakan Reformasi moneter via
devaluasi mata uang local (Gulden) dan pemotongan uang sebesar 50% atas uang
kertas yang beredar yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank dengan nilai nominal
> 2,50 Gulden Indonesia.
b. Kabinet Natsir dengan kebijakan perumusan perencanaan
pembangunan ekonomi yang disebut dengan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).
c. Kabinet Sukiman dengan kebijakan nasionalisasi oleh De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia dan penghapusan system kurs berganda.
d. Kabinet Wilopo dengan kebijakan anggaran berimbang dalam
APBN, memperketat impor, merasionalisasi angkatan bersenjata dengan modernisasi
dan pengurangan jumlah personil, serta pengiritan pengeluaran pemerintah.
e. Kabinet Ali I dengan kebijakan pembatasan impor dan
kebijakan uang ketat.
f. Kabinet Burhanudin dengan kebijakan liberalisasi impor,
kebijakan uang ketat untuk menekan jumlah uang yang beredar, dan penyempurnaan
program benteng (bagian dari program RUP yakni program diskriminasi rasial
untuk mengurangi dominasi ekonomi),
memperkenankan investasi asing masuk ke Indonesia, membantu pengusaha
pribumi, serta menghapus persetujuan meja bundar (menghilangkan dominasi
belanda perekonomian nasional.
g. Kabinet Ali II dengan kebijakan rencana pembangunan lima
tahun 1956 – 1960.
h. Kebinet Djuanda dengan kebijakan stabilitas politik dan
nasionalisasi perusahaan belanda.
c. Periode demokrasi terpimpin (1959 – 1965)
1. Dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan
belanda.
2. Lebih cenderung kepada pemikiran sosialis komunis.
3. Politik tidak stabil sampai pada puncaknya pada September
1965.
2.7.2 Pemerintahan
Orde Baru
Sejak
Maret 1966.
Pemerintah mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Pemerintah meninggalkan
idiologi komunis dan menjalin hubungan dengan Negara barat dan menjadi anggota
PBB, IMF, dan Bank Dunia. Kondisi perekonomian Indonesia:
a. ketidakmampuan membayar hutang LN US $32 Milyar.
b. Penerimaan ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk
impor.
c. Pengendalian anggaran belanja dan pemungutan pajak yang
tidak berdaya.
d. Inflasi 30 – 50 persen per bulan.
e. Kondisi prasarana perekonomian yang buruk.
f. Kapasitas produktif sektor industri dan ekspor menurun
Prioritas
kebijakan ekonomi:
a. Memerangi hiperinflasi
b. Mencukupkan persediaan pangan (beras)
c. Merehabilitasi prasaran perekonomian
d. Peningkatan ekspor
e. Penyediaan lapangan kerja
f. Mengundang investor asing
Program
ekonomi orde baru mencakup:
a. Jangka pendek
• Juli – Desember 1966 untuk program
pemulihan
• Januari – Juni 1967 untuk tahap
rehabilitasi
• Juli – Desember 1967 untuk tahap
konsolidasi
• Januari – Juni 1968 untuk tahap stabilisasi
b. Jangka panjang yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun
(REPELITA) mulai April tahun 1969.
2.7.3 Pemerintahan
Reformasi
Mulai
pertengahan tahun 1999.
Target:
a. Memulihkan perekonomian nasional sesuai dengan harapan
masyarakat dan investor.
b. Menuntaskan masalah KKN
c. Menegakkan supremasi hokum
d. Penegakkan hak asasi manusia
e. Pengurangan peranan ABRI dalam politik
f. Memperkuat NKRI (Penyelesaian disintegrasi bangsa)
Kondisi:
a. Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0)
b. Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
c. Kondisi moneter stabil ( inflasi dan suku bunga rendah)
d. Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya
kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial,
KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR
e. Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29
milyar menjadi US$ 28,875 milyar
f. Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat
dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank
Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah
daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
g. Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG
merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000
menjadi Rp 10.000 per US$.
SUMBER
Tambunan, Tulus.2009.Perekonomian
Indonesai.Jakarta: Ghalia Indonesia.
Komentar
Posting Komentar