Pembangunan Ekonomi Daerah dan Ekonomi Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi
membuka jalan bagi setiap orang untuk menyuarakan keadilan ekonomi, politik,
sosial budaya, dan pelayanan. Pendekatan pembangunan yang sentralistik selama
Orde Baru berkuasa 32 tahun ternyata telah banyak menimbulkan kesenjangan yang
menimbulkan rasa ketidakadilan. Kesenjangan tersebut antara lain pedapatan
antar daerah yang besar, kesenjangan investasi antar daerah, pendapatan daerah
yang dikusai oleh pemerintah pusat, kesenjangan regional, dan kebijakan investasi
yang terpusat. Untuk mengatasi hal tersebut maka otonomi daerah merupakan salah
satu alternatif untuk memberdayakan setiap daerah dalam memanfaatkan sumber
daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk kesejahteraan rakyat.
Otonomi
daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyelenggara
pemerintahan, dan pembangunan kehidupan berpolitik yang efektif. Sebab dapat
menjamin penanganan tuntutan masyarakat secara variatif dan cepat.
1.2
Tujuan
1.2.1 Dilihat dari segi ekonomi, otonomi perlu
diadakan agar masyarakat dapat turut berpatisipasi dalam pembangunan ekonomi di
daerah masing-masing.
1.2.2 Agar mahasiswa dapat memahami pertumbuhan
penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah.
1.2.3 Mahasiswa dapat mengerti pembangunan
ekonomi regional.
1.2.4 Mahasiswa mengetahui tentang faktor-faktor
penyebab kelimpangan pembangunan Indonesia bagian timur.
1.2.5 Membahas tentang teori dan analisis
pembangunan ekonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Undang-Undang
Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah (OTDA) di Indonesia telah mengalami
perubahan sebanyak sembilan kali yang ditandai dengan perubahan UU
OTDA/Desentralisasi, yaitu:
1. UU Nomor 1 Tahun 1945, tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan daerah otonom adalah
kerisidenan, kabupaten dan kota. Tetapi tidak ada Peraturan Pemerintah
(PP)-nya, sehingga tidak dilaksakan dan usianya hanya tiga tahun.
2. UU nomor 22 Tahun 1948, tentang Susunan
Pemda yang Demokratis. Dalam undang-undang ini ada dua jenis daerah otonom
yaitu, daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa. Juga ditetapkan
tingkatan daerah otonom yaitu, provinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota
kecil. Dalam undang-undang ini, pemerintah pusat memberikan hak istimewa kepada
beberapa daerah di Jawa, Bali, Minangkabau, dan Palembang untuk menghormati
daerah tersebut guna melakukan pengaturan sendiri daerahnya mengenai hak dan
asal-usul daerah.
3. UU Nomor 1 Tahun 1957, tentang Pemerintah
Daerah yang berlaku menyeluruh dan bersifat seragam.
4. UU Nomor 18 Tahun 1965, tentang Pemerintah
Daerah yang menganut onotomi yang seluas-luasnya.
5. UU Nomor 5 Tahun 1974, tentang Poko-Pokok
Penyelenggaraan Pemerintahan Pusat di Daerah. Undang-undang ini usianya paling
panjang yaitu 25 tahun.
6. UU Nomor 22 Tahun 1999, tentang Otonomi
Daerah.
7. UU Nomor 25 Tahun 1999,
tentangPertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
8. UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini terlihat jelas pembagian urusan
pemerintahan, di mana pemerintah pusat menjalankan urusan dalam pembuatan
perundangan, politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, kebijakan fiskal
dan moneter, serta agama. Pemerintah daerah mempunyai kekuasaan selain wewenang
pusat, yaitu bidang ekonomi, perdagangan, industri, pertanian, tata ruang,
pendidikan, kesejahteraan, dan menjalankan fungsi pemerintahan umum sebagai
wakil pemerintahan pusat.
9. UU Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU ini mengatur
pembiayaan pembangunan daerah yang bersumber dari PAD, dana perimbangan, dan
pendapatan lain-lain. UU ini juga mengaturpembagian penerimaan antara pemrintah
pusat dan daerah yaitu: penerimaan hasil hutan ( pusat 20%, daerah 80%),
penerimaan dana reboisasi (pusat 60%, daerah 40%), pertambangan umum dan
perikanan (pusat 20%, daerah 80%), pertambangan minyak (pusat 69,5%, daerah
30,5%), dan panas bumi (pusat 20%, daerah 80%).
2.2 Perubahan Penerimaan Daerah dan Peranan
Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber
penerimaan daerah terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Penerimaan yang Sah
Pendapatan asli daerah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Daerah Pasal 1 angka 18 adalah “Pendapatan
asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi
Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004).
2.3 Pembangunan Ekonomi Regional
Deri aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga
pengertian, yaitu :
1. Suatu daerah dianggap dimana sebagai ruang
ekonomi kegiatan ekonomi dan di berbagai pelosok ruang tersebut terdapat
sifat-sifat yang sama seperti social budayanya, geografinya dan sebagainya.
2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu
ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi.
Dalam pengertian ini disebut sebagai daerah modal.
3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang
yang berbeda dibawah suatu administrative tertentu seperti propinsi, kabupaten,
kecamatan dan sebagainya yang kemudian dinamakan daerah perancanaan atau daerah
administratif.
Jika
kita membahas tentang perencanaan dan pembangunan ekonomi daerah, maka dalam
praktek ketiga pengertian tersebut diatas yang lebih banyak digunakan karena:
·
Dalam
melaksanakan kebijaksanaan dan pembangunan ekonomi daerah diperlukan
tindakan-tindakan dari beberapa lembaga pemerintah.oleh karena itu akan lebih
praktis jika suatu Negara dipecahkan menjadi beberapa daerah ekonomi
berdasarkan satuan administratif yang ada.
·
Daerah
yang batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah dianalisis karena
biasanya pengumpulan data di berbagai daerah dalam suatu Negara pembagiannya
didasarkan suatu administratif.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya –
sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah
daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut
(Arsyad, 1999 : 108).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
proses yaitu yang mencakup pembentukan institusi baru, industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan
pembangunan perusahaan-perusahaan baru. Tujuan utama ekonomi daerah/regional
adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah.
2.4 Kelimpangan Pembangunan Indonesia Bagian
Timur
Menurut Adelman dan Morris (1973):
Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad
(2010) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi
pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:
- Pertambahan penduduk yang tinggi yang
mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
- Inflasi di mana pendapatan uang
bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan
produksi barang-barang
- Ketidakmerataan pembangunan antar
daerah
- Investasi yang sangat banyak dalam
proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase
pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan
persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran
bertambah
- Rendahnya mobilitas sosial
- Pelaksanaan kebijaksanaan industri
substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil
industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
- Memburuknya nilai tukar (term of
trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan
negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan
negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang
- Hancurnya industri-industri kerajinan
rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
2.5 Teori dan Analisis Pembanguan Ekonomi
Daerah
Pembangunan regional pada dasarnya adalah
berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set
(gugus) variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio
modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi
secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-daerah biasanya di ukur menurut
output atau tingkat pendapatan.
Ada beberapa teori pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal, diantaranya :
·
Teori
Basis Ekspor
Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)
dipelopori oleh Douglas C. North (1995) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout
(1956). Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di
dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (non-basis).
Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat
pada kondisi internal perekonomian wilayah tersebut dan sekaligus berfungsi
mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis
adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri.
·
Teori
Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike)
diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun 1955 (Tarigan, 2005 : 54). Inti dari
teori ini adalah menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun
komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat,
baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive
advantage untuk dikembangkan.
Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama
sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian juga
cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus bisa diekspor
(keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan sektor tersebut akan mendorong
sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan
tumbuh.
·
Teori
Pusat Pertumbuhan
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles
Theory) adalah satu satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip
konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat
pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan
regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat
menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan
perkotaan terpadu.
·
Teori
Neoklasik
Teori Neoklasik (Neo-classic Theory)
dipelopori oleh Borts Stein (1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Roman (1965) dan Siebert (1969). Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat
proses pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah
cenderung menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah
berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah
cenderung menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara sedang
berkembang lalu lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian
kearah tingkat keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi.
Teori ini mendasarkan analisanya pada
komponen fungsi produksi. Unsurunsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi
regional adalah modal, tenaga kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini
adalah dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan
lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.
·
Model
Kumulatif Kausatif
Model kumulatif kausatif (Cummulative
Causation Models) dipelopori oleh Gunnar Myrdal (1975) dan kemudian
diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor. Teori ini menyatakan bahwa adanya
suatu keadaan berdasarkan kekuatan relatif dari “Spread Effect” dan “Back Wash
Effect”. Spread Effect adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar
daerah-daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka
akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan
demikian mendorong pertumbuhannya.
·
Model
Interregional
Model ini merupakan perluasan dari teori
basis ekspor dengan menambah faktor-faktor yang bersifat eksogen. Selain itu,
model basis ekspor hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan dampak
dari daerah tetangga. Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga,
sehingga model ini dinamakan model interregional (Tarigan, 2005 : 58). Dalam
model ini diasumsikan bahwa selain ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi
juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri
dari beberapa daerah yang berhubungan erat.
Kesimpulan
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.yang mempunyai
tujuan untuk menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi,
penyelenggara pemerintahan, dan pembangunan kehidupan berpolitik yang efektif.
Sebab dapat menjamin penanganan tuntutan masyarakat secara variatif dan cepat.
Pelaksanaan otonomi daerah (OTDA) di Indonesia telah mengalami perubahan
sebanyak tujuh kali antara lain, UU Nomor 1 Tahun 1945, UU nomor 22 Tahun 1948,
UU Nomor 1 Tahun 1957, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun 1974, UU Nomor
22 Tahun 1999, UU Nomor 25 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2004, UU Nomor 33
Tahun 2004. Adapula dalam UU No.33 Tahun 2004 mengenai Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi
daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu
proses yaitu yang mencakup pembentukan institusi baru, industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ilmu pengetahuan dan
pembangunan perusahaan-perusahaan baru. Tujuan utama ekonomi daerah/regional
adalah untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat
daerah. Pembangunan regional pada dasarnya adalah berkenaan dengan tingkat dan
perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set (gugus) variabel-variabel,
seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan
bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas
Sumber :
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi Mengembangkan
Etika Berwarga Negara. Srijanti, A. Rahman H.I., Purwanto S.K. Jakarta: Salemba
Empat, 2009.
Komentar
Posting Komentar